Apa itu Sistem Pembumian? | Regulasi Sistem Pembumian 2024
Sistem Pembumian / Grounding System
Grounding sistem atau sistem pembumian merupakan komponen penting dalam sistem kelistrikan apa pun. Pentingnya terletak pada keselamatan yang diberikannya kepada manusia dan peralatan listrik. Artikel ini berfokus pada aspek teknis sistem pembumian, membahas segala hal mulai dari Hukum Ohm hingga peraturan saat ini seperti SNI IEC 60364.
Fungsi dan Tujuan
Sistem pembumian / grounding memiliki beberapa fungsi:
- Koneksi Ekuipotensial : Menetapkan titik referensi tegangan untuk seluruh sistem kelistrikan.
- Keamanan Gangguan Tanah : Jika terjadi korsleting, ini memastikan bahwa arus kembali ke sumber secara terkendali.
Secara matematis, hambatan sistem pembumian R harus:
R < Vmax / Ifault
Dimana:
- R: Hambatan sistem pembumian dalam Ohm (Ω)
- Vmax: Tegangan maksimum yang diizinkan dalam Volt (V)
- Ifault: Arus gangguan maksimum dalam Ampere (A)
Persamaan ini menyatakan bahwa hambatan sistem pembumian (R) harus lebih kecil dari rasio tegangan maksimum yang diizinkan (Vmax) terhadap arus gangguan maksimum (Ifault). Hal ini memastikan bahwa sistem pembumian/grounding dapat membatasi tegangan pada titik referensi ke tingkat yang aman selama terjadi gangguan listrik.
Jenis Elektroda
Elektroda dapat terdiri dari dua jenis:
- Buatan : Dibuat khusus untuk grounding.
- Alam : Massa logam sudah terkubur di dalam tanah.
Resistensi Pembumian
Resistansi ideal dari ground fisik harus nol Ohm (Ω). Namun, National Fire Protection Association / Asosiasi Nasional Perlindungan Kebakaran (NFPA) merekomendasikan nilai resistansi tanah sebesar 5 Ohm (Ω) atau kurang.
Dimana:
- R adalah resistansi tanah (ohm)
- ρ adalah resistivitas tanah (ohm-meter)
- L adalah panjang elektroda atau kedalaman penanaman elektroda (meter)
- A adalah luas penampang elektroda (meter persegi)
Aturan dan Regulasi Sistem Pembumian yang Berlaku di Indonesia
- IEC 62305 : Standar internasional ini berfokus pada proteksi petir, termasuk struktur dan sistem pentanahan.
- IEC 62561 : Standar ini menetapkan persyaratan untuk komponen yang digunakan dalam sistem proteksi petir dan pentanahan.
- Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018 tentang Standar Keamanan Instalasi Listrik: Meskipun peraturan ini lebih fokus pada standar keamanan instalasi listrik secara umum, namun di dalamnya turut dicantumkan persyaratan teknis terkait sistem pembumian. Peraturan ini mewajibkan instalasi listrik untuk memiliki sistem pembumian yang memadai untuk memastikan keamanan dan keselamatan.
- Standar Nasional Indonesia (SNI): Beberapa standar nasional Indonesia (SNI) yang relevan dengan sistem pembumian antara lain:
- SNI IEC 60364: Instalasi Listrik – Bagian 4: Perlindungan Keselamatan – Pembumian dan Pentanahan (IEC 60364:2011, Mod)
- SNI 04-2010: Sistem Pentanahan untuk Penanggulangan Gangguan Atmosfer (SPT PGA)
Produk yang Digunakan dalam Sistem Grounding
Memilih produk yang tepat sangat penting untuk efektivitas sistem grounding. Berikut adalah beberapa produk yang paling umum:
- Batang Tanah : Biasanya terbuat dari tembaga atau baja berlapis tembaga, batang ini dimasukkan ke dalam tanah dan berfungsi sebagai elektroda.
- Jaringan Tanah : Ini adalah jaringan konduktor yang ditanam secara horizontal dan digunakan di tempat yang resistivitas tanahnya tinggi.
- Pelat : Terbuat dari bahan konduktif seperti tembaga, digunakan di medan berbatu yang tidak memungkinkan untuk memasukkan batang arde.
- Konektor : Elemen-elemen ini memastikan sambungan listrik yang aman antara elektroda dan konduktor ground.
- Senyawa Perbaikan Tanah : Bahan-bahan ini mengurangi resistivitas tanah, sehingga meningkatkan efektivitas sistem pentanahan.
Pemilihan produk yang tepat bergantung pada beberapa faktor seperti resistivitas tanah, kondisi iklim, dan peraturan setempat. Misalnya rumus untuk menghitung hambatan R elektroda silinder pada tanah homogen adalah:
atau
Dimana:
- R adalah resistansi elektroda (ohm)
- ρ adalah resistivitas tanah (ohm-meter)
- L adalah panjang elektroda yang tertanam dalam tanah (meter)
- d adalah diameter elektroda (meter)
- r adalah jari-jari elektroda (meter)
Pertanyaan yang sering diajukan mengenai sistem grounding
1) Apa yang dimaksud dengan resistivitas tanah?
Resistivitas tanah (ρ) adalah ukuran seberapa besar tanah menghambat aliran arus listrik. Nilai resistivitas tanah sangat bervariasi tergantung pada jenis tanah, kadar air, suhu, dan kandungan mineral di dalam tanah.
Berikut adalah beberapa nilai resistivitas tanah yang umum:
- Tanah liat basah: 5 – 50 ohm-meter
- Tanah liat kering: 50 – 200 ohm-meter
- Pasir basah: 20 – 200 ohm-meter
- Pasir kering: 200 – 500 ohm-meter
- Tanah humus: 10 – 150 ohm-meter
- Batu: 1000 – 100000 ohm-meter
Resistivitas tanah adalah parameter penting dalam desain sistem grounding. Nilai resistivitas tanah yang rendah menunjukkan bahwa tanah tersebut dapat mengalirkan listrik dengan lebih baik, yang sangat diinginkan untuk sistem grounding karena dapat mengurangi resistansi keseluruhan dari sistem tersebut.
Untuk mengukur resistivitas tanah, metode yang sering digunakan adalah metode Wenner. Dalam metode ini, empat elektroda ditanam dalam tanah pada jarak yang sama, dan arus dilewatkan melalui elektroda terluar sementara tegangan diukur antara dua elektroda dalam.
2) Bagaimana resistansi sambungan ground diukur?
Mengukur resistansi sambungan ground (tahanan tanah) adalah proses penting dalam memastikan bahwa sistem grounding berfungsi dengan baik. Berikut adalah langkah-langkah dan metode umum yang digunakan untuk mengukur resistansi sambungan ground:
1. Metode Fall-of-Potential (3-Point Method)
Ini adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengukur resistansi sambungan ground.
Langkah-langkah:
- Persiapan Peralatan: Gunakan alat ukur resistansi tanah (earth tester atau ground resistance tester) yang memiliki tiga terminal: P (potential), C (current), dan E (earth).
- Penempatan Elektroda:
- Elektroda E: Sambungkan ke elektroda grounding yang akan diuji.
- Elektroda P: Tempatkan pada jarak sekitar 62% dari jarak antara elektroda E dan C. Misalnya, jika jarak antara E dan C adalah 100 meter, letakkan elektroda P pada jarak 62 meter dari elektroda E.
- Elektroda C: Tempatkan jauh dari elektroda grounding, biasanya pada jarak 30-50 meter dari elektroda E.
- Pengukuran: Hubungkan alat ukur resistansi tanah ke elektroda E, P, dan C. Alat ukur akan mengalirkan arus dari elektroda C ke E dan mengukur tegangan antara E dan P. Resistansi tanah dihitung oleh alat berdasarkan nilai tegangan dan arus tersebut.
- Pembacaan Hasil: Baca nilai resistansi yang ditampilkan pada alat ukur. Ini adalah resistansi sambungan ground.
2. Metode Clamp-On (Current Clamp Method)
Metode ini lebih cepat dan tidak memerlukan penempatan elektroda tambahan, tetapi hanya dapat digunakan jika ada sistem grounding yang saling terhubung.
Langkah-langkah:
- Persiapan Peralatan: Gunakan clamp-on ground resistance tester yang memiliki penjepit (clamp).
- Penjepitan: Jepitkan alat pada konduktor grounding tanpa memutus sambungan.
- Pengukuran: Alat akan menginduksi arus ke dalam konduktor dan mengukur tegangan yang dihasilkan. Dari sini, alat akan menghitung dan menampilkan resistansi sambungan ground.
- Pembacaan Hasil: Baca nilai resistansi yang ditampilkan pada alat ukur. Ini adalah resistansi sambungan ground.
3. Metode Wenner (4-Point Method)
Metode ini digunakan untuk mengukur resistivitas tanah, namun bisa juga memberikan informasi tentang resistansi grounding jika dikombinasikan dengan pengetahuan tentang sistem grounding.
Langkah-langkah:
- Penempatan Elektroda: Tempatkan empat elektroda dalam satu garis lurus dengan jarak yang sama di antara mereka (biasanya beberapa meter tergantung pada luas area yang diuji).
- Sambungan: Sambungkan alat ukur resistansi tanah ke empat elektroda.
- Pengukuran: Alat akan mengalirkan arus melalui dua elektroda luar dan mengukur tegangan antara dua elektroda dalam.
- Pembacaan Hasil: Resistansi dihitung menggunakan jarak antara elektroda dan nilai tegangan serta arus yang diukur.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran
- Kondisi Tanah: Kandungan air, mineral, dan jenis tanah mempengaruhi resistansi.
- Kedalaman Elektroda: Elektroda yang lebih dalam biasanya memiliki resistansi yang lebih rendah.
- Kondisi Cuaca: Resistansi tanah dapat bervariasi dengan kelembaban dan suhu tanah.
Dengan menggunakan metode yang tepat dan memastikan kondisi pengukuran yang baik, Anda dapat mengukur resistansi sambungan ground secara akurat dan memastikan bahwa sistem grounding berfungsi dengan baik.
3) Apa Hukum Ohm yang menjadi landasan dari sistem pembumian?
Hukum Ohm merupakan landasan dasar dari banyak konsep dalam listrik dan elektronika, termasuk dalam sistem pentanahan. Hukum Ohm menyatakan bahwa:
V = I × R
Dimana:
- V adalah tegangan (volt)
- adalah arus (ampere)
- adalah resistansi (ohm)
Dalam konteks sistem pentanahan (grounding), Hukum Ohm membantu memahami bagaimana tegangan, arus, dan resistansi tanah berinteraksi untuk memastikan keamanan dan kinerja sistem listrik.
Berikut adalah beberapa poin penting tentang bagaimana Hukum Ohm diterapkan dalam sistem pentanahan:
1. Mengurangi Tegangan Lebih (Overvoltage)
Sistem pentanahan dirancang untuk menyediakan jalur impedansi rendah bagi arus gangguan (misalnya, petir atau kesalahan listrik) untuk mengalir ke tanah. Hukum Ohm menunjukkan bahwa dengan mengurangi resistansi tanah (R), tegangan (V) yang dihasilkan oleh arus gangguan () dapat diminimalkan, sehingga mengurangi risiko overvoltage yang dapat merusak peralatan atau menimbulkan bahaya bagi manusia.
V = I × R
2. Keamanan dan Proteksi
Dalam sistem proteksi, seperti proteksi petir atau proteksi terhadap kesalahan listrik, pentanahan yang efektif memastikan bahwa tegangan pada struktur yang terlindungi tetap dalam batas aman. Misalnya, jika terjadi arus gangguan tinggi akibat sambaran petir, pentanahan dengan resistansi rendah memastikan bahwa tegangan yang dihasilkan di sekitar sistem tetap rendah.
3. Stabilitas Sistem Listrik
Sistem pentanahan yang baik juga membantu dalam menjaga stabilitas tegangan dalam sistem distribusi listrik. Dengan menerapkan Hukum Ohm, resistansi tanah yang rendah memastikan bahwa arus gangguan cepat disalurkan ke tanah, sehingga mengurangi fluktuasi tegangan yang dapat mengganggu operasi peralatan listrik.
4. Pengukuran dan Evaluasi
Pengukuran resistansi tanah dan resistansi sambungan ground menggunakan alat ukur seperti earth tester mengacu pada Hukum Ohm. Alat ini mengukur tegangan yang dihasilkan oleh arus yang diberikan untuk menghitung resistansi tanah:
R=V/I
Contoh Penerapan Hukum Ohm dalam Sistem Pembumian
Misalkan ada arus gangguan sebesar 1000 A akibat sambaran petir, dan resistansi tanah sistem grounding adalah 5 ohm. Tegangan yang dihasilkan pada sistem grounding dapat dihitung sebagai:
Dengan resistansi tanah yang tinggi (misalnya 5 ohm), tegangan yang dihasilkan cukup tinggi (5000 V). Namun, jika resistansi tanah dapat dikurangi menjadi 1 ohm, tegangan yang dihasilkan akan jauh lebih rendah:
Ini menunjukkan pentingnya memiliki sistem pentanahan dengan resistansi rendah untuk mengurangi tegangan yang dihasilkan selama gangguan.
Hukum Ohm adalah prinsip dasar yang sangat penting dalam desain dan evaluasi sistem pentanahan. Dengan memastikan resistansi tanah yang rendah, sistem pentanahan dapat mengalirkan arus gangguan dengan efektif, mengurangi tegangan lebih, dan menjaga keamanan serta kinerja sistem listrik secara keseluruhan.
4) Peraturan apa yang harus diikuti dalam pembuatan sistem pembumian atau grounding ?
Disarankan untuk mengikuti peraturan lokal dan internasional untuk memastikan sistem pembumian atau grounding yang efisien dan aman. Selain peraturan atau standar nasional Indonesia, ada beberapa standar internasional yang harus Anda pertimbangkan:
- IEC 62305 : Untuk proteksi petir dan sistem grounding.
- IEC 62561 : Untuk komponen yang digunakan dalam proteksi petir dan sistem grounding.
Grounding atau sistem pembumian lebih dari sekedar koneksi ke tanah; Ini adalah sistem kompleks yang memerlukan perencanaan cermat dan pemahaman menyeluruh tentang undang-undang dan peraturan kelistrikan. Dengan penerapan yang tepat, lingkungan yang aman dan efisien dapat dicapai baik bagi tim maupun manusia.
Referensi artikel:
https://jurnal.darmaagung.ac.id/
https://blkserang.kemnaker.go.id/digilib/index.php?p=fstream-pdf&fid=60&bid=29
https://prosiding-old.pnj.ac.id/index.php/politeknologi/article/download/3617/pdf
https://youtube.com/aLfDUzHByE8
https://ojs.unm.ac.id/semnaslemlit/article/view/39890
https://antesena-geosurvey.com/tipe-tipe-konfigurasi-geolistrik-schlumberger-wenner-dan-dipole-pole/
Ingin tahu sistem pembumian/grounding system maupun peran penting penangkal petir lainnya? Simak terus artikel terbaru dari www.pasangantipetir.id
Untuk info lebih lanjut mengenai produk maupun jasa pemasangan penangkal petir, konsultasikan kepada Tim Ahli Kami di 0858-9291-7794